Sabtu, 18 September 2010

Manusia Memulai Perburuan Untuk Mencari Tempat Tinggal Baru Planet Lain Di Antariksa

Seiring semakin menurunnya daya dukung Bumi, keinginan manusia untuk mencari tempat-tempat baru di jagat raya yang dapat digunakan untuk menopang kehidupan di Bumi terus dilakukan.

Setelah memerhatikan Bulan, Mars, dan salah satu satelit Planet Saturnus, Titan, perhatian manusia juga tertuju pada planet-planet lain di luar sistem keplanetan Matahari yang disebut eksoplanet.

Sejak penemuan Planet 51 Pegasus b di Bintang 51 Pegasus pada 1995, keberadaan sistem keplanetan di luar tata surya Matahari (ekstrasolar) menjadi tumpuan harapan baru. Meski planet-planet yang ditemukan umumnya berupa planet raksasa dan gas, mirip Yupiter di tata surya, harapan menemukan planet yang mirip Bumi tak pernah surut.

Sebagian besar ekstrasolar yang ditemukan hanya memiliki satu planet. Kalaupun ada yang memiliki planet lebih dari satu, jumlahnya terbatas dua hingga tiga planet saja. Jarak planet-planet itu juga sangat dekat dengan bintang induknya sehingga dipastikan tidak dapat dihuni manusia.

European Space Agency (ESA) menyebutkan, sebuah eksoplanet dapat dihuni jika memiliki massa antara 1 massa Bumi dan 10 massa Bumi. Ukuran itu dianggap memadai bagi sebuah planet untuk menjaga kestabilan atmosfernya. Massa planet yang terlalu besar justru akan menyebabkan atmosfernya dipenuhi gas hidrogen.

Jarak yang pas antara planet dan bintang induknya akan membuat suhu planet tidak terlalu panas atau terlalu dingin. Jarak yang sesuai juga akan memungkinkan adanya air dalam bentuk cair, bukan berupa gas atau es.

Publikasi penemuan sistem keplanetan pada Bintang HD 10180 yang memiliki tujuh planet pada akhir Agustus lalu memunculkan harapan bahwa masih ada planet di luar tata surya yang kemungkinan bisa kita huni. Jumlah tujuh planet yang dimiliki bintang berjarak 40 parsek atau sekitar 130 tahun cahaya itu hampir sama dengan tata surya kita yang memiliki delapan planet.

Christophe Lovis dari Universitas Geneva, Swiss—salah seorang peneliti yang menemukan sistem keplanetan itu—mengungkapkan kepada Associated Press, akhir bulan lalu, lima dari tujuh planet di HD 10180 adalah planet yang setipe Neptunus. ”Mereka terdiri atas batuan dan es dengan inti padat. Tetapi, bagian atasnya berupa gas hidrogen dan helium,” katanya.

Satu planet lainnya seukuran Saturnus dan satu planet lainnya seukuran Bumi. Planet terkecil itu adalah yang terdekat dengan bintang induknya, 0,22 kali jarak Bumi-Matahari. Jarak ini lebih dekat dari jarak Merkurius-Matahari (0,39 jarak Bumi-Matahari) sehingga diduga dia planet yang baru terbentuk. Planet terkecil itu dinamai HD 10180 b, bermassa 1,35 massa Bumi.

Kondisi itu membuat suhu di planet kecil itu sangat panas karena suhu permukaan Bintang HD 10180 adalah 5.911 derajat Kelvin—hampir sama dengan suhu permukaan Matahari yang sekitar 5.778 derajat Kelvin.

Penemuan Planet HD 10180 b dianggap sebagai babak baru pada penelitian eksoplanet. Ternyata, eksoplanet tidak selalu berukuran raksasa, seperti Yupiter dan Saturnus, serta ada eksoplanet yang bukan planet gas. Maka, HD 10180 b untuk sementara dinobatkan sebagai eksoplanet terkecil.

Pencarian

Meski belum ditemukan planet-planet tersebut berpotensi dihuni, Alan Boss dari Institut Sains Carnegie di Washington, AS, yang tidak terlibat dalam penemuan itu, mengatakan, penemuan sistem keplanetan HD 10180 menunjukkan, masih banyak kemungkinan adanya sistem keplanetan dengan planet-planetnya di semesta.

Selama 15 tahun terakhir, para astronom sejumlah negara telah berhasil menemukan 413 ekstrasolar. Sebanyak 49 sistem keplanetan memiliki jumlah planet lebih dari satu. Total eksoplanet yang ditemukan adalah 490 planet. Sistem keplanetan HD 10180 dianggap sebagai ekstrasolar terbesar yang pernah dijumpai hingga kini.

Mencari planet-planet di luar tata surya memang tak mudah. Sebagian planet memiliki posisi sangat dekat dengan bintang induknya, sedang sebagian lainnya justru terlalu jauh. Apalagi cahaya planet sangat lemah dibandingkan bintangnya. Jika cahaya planet diumpamakan sebagai lilin, bintang induknya adalah hutan yang kebakaran dengan api menyala hebat.

Salah satu cara deteksi eksoplanet adalah dengan pengamatan langsung. Namun, cara ini sangat jarang dan amat sulit dilakukan. Pengamatan langsung biasanya dilakukan untuk mengetahui karakter fisik planet, seperti jumlah air atau kandungan atmosfernya. Tingkat kecerlangan cahaya yang dipantulkan planet-planet seukuran Yupiter bisa mencapai satu per satu miliar dibandingkan bintang induknya.

Pengamatan langsung ini biasanya dilakukan pada gelombang cahaya inframerah, bukan cahaya tampak. Cara lain pengamatan langsung dilakukan dengan menggunakan koronagraf untuk menutupi cahaya bintang induk dan hanya menyisakan cahaya korona bintangnya saja.

Deteksi eksoplanet yang paling sering dilakukan adalah dengan menggunakan cara tidak langsung. Cara ini dilakukan dengan cara mengamati efek yang muncul pada bintang induk.

Salah satu cara tidak langsung yang paling sering digunakan adalah mengamati goyangan bintang induk dalam orbit lingkaran tertentu sebagai akibat tarikan gravitasi yang lemah dari planet-planetnya. Goyangan bintang induk itu akan mengubah kecerlangannya.

Perubahan kecerlangan bintang sebagai akibat gerak menjauh dari dan mendekat ke pengamat itulah yang diamati dengan menggunakan spektograf. Dari data perubahan variasi spektrum bintang itulah dapat dihitung jumlah minimum planet yang ada dalam bintang itu.

Walau belum ditemukan eksoplanet yang layak huni, deteksi ekstrasolar dan eksoplanet di dalamnya bisa digunakan untuk mempelajari pembentukan tata surya pada masa lalu. Sistem keplanetan Matahari diprediksi sudah berusia 4,6 miliar tahun. Namun, hingga kini belum diketahui bagaimana proses pembentukannya. Kehadiran ekstrasolar ini bisa menjadi pembanding bagi teori-teori pembentukan tata surya yang telah ada.

Sumber: http://teknologitinggi.wordpress.com/


0 komentar:

Posting Komentar

Arhy Blog. Diberdayakan oleh Blogger.