Rabu, 05 September 2012

5 Pemain Sepakbola Professional Yang Berhasil Keluar Dari Kemiskinan



" Meyakini adanya keterbatasan adalah menciptakan keterbatasan yang sebenarnya"

Berikut Merupakan 5 Pemain Sepakbola yang berhasil keluar dari kemiskinan dan menjadi sukses berkat kerja keras, ketekunan, dukungan orang tersayang dan hmm... keberuntungan.

1. Lionel Andrés Messi

Lionel Andrés Messi (lahir 24 Juni 1987 di Rosario, Argentina). Messi lahir di Rosario, Santa Fe, orang tua Jorge Horacio Messi, seorang pekerja pabrik baja, dan Celia María Cuccittini, pembersih paruh waktu. keluarga ayah-Nya berasal dari Italia kota Ancona, dari mana nenek moyangnya, Angelo Messi, beremigrasi ke Argentina pada tahun 1883. Ia memiliki dua saudara tua bernama Rodrigo dan Matías serta saudara perempuan bernama María Sol . pada usia lima tahun , Messi mulai bermain sepakbola untuk Grandoli, sebuah klub lokal dilatih oleh ayahnya Jorge pada tahun 1995, Messi beralih ke Old Boys Newell itu yang berbasis di rumahnya kota Rosario. pada usia 11, ia didiagnosa dengan kekurangan hormon pertumbuhan. para River Plate tradisional menunjukkan minat dalam kemajuan Messi, tapi tidak punya cukup uang untuk membayar pengobatan untuk kondisinya yang biaya $ 900 per bulan. Carles Rexach, direktur olahraga dari FC Barcelona , telah dibuat menyadari bakatnya sebagai Messi punya kerabat di Lleida, Catalonia, dan Messi dan ayahnya mampu mengatur pengadilan. Rexach, dengan tidak ada kertas lain di tangan, menawarkan Messi kontrak tertulis pada serbet kertas. FC Barcelona ditawarkan untuk membayar tagihan medis Messi jika ia bersedia pindah ke Spanyol. Messi dan ayahnya pindah ke Barcelona dimana Messi terdaftar di akademi pemuda klub.


2. Luis Alberto Suárez Díaz

 Luis Alberto Suárez Díaz (lahir di Salto, Uruguay, 24 Januari 1987; umur 25 tahun). Suarez ternyata menyimpan kisah tersendiri mengenai masa kecilnya. Kehidupannya saat masih kanak-kanak tak bisa terbilang mudah. Jika sekarang dia terkenal lapar di lapangan hijau, semasa tumbuh di Montevideo, Suarez sempat merasakan hidup lapar bersama keluarganya.Dia merupakan anak tengah dari tujuh bersaudara dan dibesarkan sendirian oleh sang ibu. Hidupnya benar-benar susah dan miskin. Ada saat-saat ketika keluarganya tak tahu darimana harus mendapatkan makanan.
Ada kalanya pula ketika Suarez kecil harus bermain telanjang kaki. Bukan apa-apa, keluarganya saat itu tak mampu membelikannya sepatu bola. Bahkan, ketika usia 11 tahun dan mendapat undangan dari akademi Asosiasi Sepak Bola Uruguay, Suarez tidak bisa menerimanya karena tak punya satu pasang pun sepatu bola.Kehidupan yang sulit pada masa silam kini menjadi lecutan motivasi tersendiri bagi Suarez. Dia bertransformasi menjadi pemain usia 25 tahun yang cemerlang di lapangan."Ya, itu benar. Ketika masih kecil, aku harus berjuang untuk segalanya. Aku ingat dari waktu ke waktu bermain tanpa sepatu. Benar-benar sulit tumbuh seperti itu. Kami sebuah keluarga besar dan tidak memiliki cukup uang. Itulah mengapa kini aku mengerahkan segalanya saat di lapangan," aku Suarez."Amat sulit bagiku sebagai seorang anak kecil untuk menjadi pebola di Uruguay. Aku harus mengorbankan banyak hal untuk bisa menjadi seperti sekarang ini. Sekarang, aku tak mau melewatkan peluang apa pun yang ada di hadapanku. Itulah mengapa aku selalu bekerja keras di lapangan," lanjut dia.


3. Luka Modric


Luka Modric (lahir di Zadar, Yugoslavia, 9 September 1985; umur 26 tahun). tak banyak yang mengetahui kalau Modric memiliki masa lalu yang kelam. Seperti kebanyakan bocah Kroasia pada usianya, Modric dibesarkan di tengah perang saudara yang pecah di Yugoslavia pada 1991. Kondisi yang membuat Modric kecil sempat mengalami hambatan besar untuk meniti kariernya di sepak bola.
Bagaimana tidak, Modric terlahir di keluarga miskin, dari ayah seorang serdadu yang terdaftar di angkatan darat Kroasia. Tak pelak, sejak kecil Modric lebih sering menghabiskan waktu bersama sang ibu, dan memilih tinggal di Hotel Kolovare di Zadar. Setelah menjauh dari daerah konflik, Modric kecil pun mulai akrab dengan sepak bola. Hari-harinya pun tak pernah lepas dari si kulit bundar.
"Dia bermain (sepak bola) sepanjang hari dan memecahkan jendela dengan bolanya lebih sering daripada bom perang," kata salah satu resepsionis hotel.
Sepak bola pun mulai menjadi mimpi Modric. Saat usianya menginjak delapan tahun, Modric mulai mencuri perhatian pemandu bakat salah satu klub besar Kroasia, Hajduk Split. Sayangnya, hanya dua pekan dia menimba ilmu di Hajduk sebelum dilepas kembali. Dia kembali ke Zadar bersama ibunya. Dengan kondisi ekonomi seadanya, keluarga Modric berusaha bertahan hidup. Sebelum takdir mempertemukan Modric pada dengan Tomislav Basic, kepala tim muda Zadar, saat usianya menginjak 10 tahun.
"Mereka sangat miskin. Mereka tidak punya uang untuk baju atau shinpads untuk Luka. Jadi, saya membuatkannya shinpads dari kayu. Saat ini, shinpads itu masih ada. Saya menyimpannya karena tahu, kelak Modric akan menjadi pemain hebat," kenang Basic.
Basic sendiri mengungkapkan, Modric paling tak suka mengenang masa lalunya. Terlebih masa kanak-kanak dilaluinya dengan cukup berat, sebelum ayahnya kembali dari peperangan. "Memang benar, kadang-kadang Luka keberatan mengingat itu semua. Tapi saya pikir itu bagian dari hidupnya dan dia harus bangga dengan dari mana berasal."
Hampir sepanjang hidupnya Modric paling ogah menceritakan kisah hidupnya kepada publik. Hanya beberapa kalimat sempat terlontar dari mulutnya soal kehidupan masa kecilnya. "Perang membuatku lebih kuat. Itu adalah waktu yang sangat sulit buatku dan keluarga. Aku tidak ingin menyimpan kisah itu selamanya, tapi aku tidak ingin melupakannya. Sekarang, aku memiliki keyakinan siap menghadapi apa pun," tutur Modric.
Setelah beberapa kali berganti sekolah, pada 2003 Modric akhirnya direkrut Dinamo Zagreb, klub yang mengangkat derajatnya pada usia 16 tahun. Akan tetapi, perang membuatnya menderita lagi. Luka harus menghabiskan satu tahun wajib militer. Dia pergi ke Mostar, bersama tentara Spanyol membantu membangun kembali daerah tersebut.
Di tengah wajib militer itu, Modric sempat bermain pada musim itu di Liga Bosnia (HŠK Zrinjski Mostar). Di sana, dia tampil memukau dan menjadi pemain terbaik. Musim berikutnya, Modric menjalani masa peminjaman di NK Inter Zapreši?, Zagreb. Hingga manajer asal Spanyol, Juande Ramos pun mulai kempincut dengan talenta Modric, hingga berani menggelontorkan dana 22 juta euro untuk membawanya ke Tottenham.
Karier Modric pun melesat. Kehidupannya tak lagi melarat seperti saat kecil dulu. Sekarang Modric bisa menikmati kekayaan yang diperoleh dari perjuangannya mengais mimpi di lapangan hijau. Berkat perang, Modric menjadi kuat. Tubuhnya memang kecil, namun semangat juang telah mengantarkan Modric berlabuh di salah satu klub impiannya, Madrid.


4. Edson Arantes Do Nascimento



Edson Arantes Do Nascimento (lebih dikenal sebagai Pelé) lahir tanggal 23 Oktober 1940, dikenal sebagai legenda dan pemain sepakbola terbaik yang pernah ada. Ia dibesarkan dalam keluarga yang sangat miskin di Tres Coracos, Brasil. Dia pertama kali belajar permainan sepak bola dari ayahnya, Dondinho, yang juga merupakan pemain bola, namun berhenti dari bermain kora karene terkena cedera patah kaki. 

Pelé mulai bermain sepak bola untuk liga lokal-klub kecil ketika ia masih remaja. Ketika dia tidak bermain sepak bola ia menyemir sepatu untuk mencari uang. Bakat Pele pertama kali ditemukan oleh mantan pemain Brasil Waldemar de Brito. Kala itu usia Pele baru menginjak 11 tahun. Brito membawa Pelé ke Sao Paulo ia meyakinkan kepada direktur tim profesional di Santos, “Anak ini akan menjadi pemain sepakbola terbesar di dunia.” Menginjak usia 15 tahun Pele mulai direkrut ke klub Santos. Cukup satu tahun ia langsung mengawali debut di Santos dengan sebuah gol saat klubnya bertemu Corinthians, September 1956. Kala itu publik sepakbola Brasil menyakini bahwa legenda sepakbola dunia telah lahir.


5. Mario Balotelli

Mario Balotelli (lahir di Palermo, Italia, 12 Agustus 1990; umur 22 tahun). merupakan anak dari pasangan imigran asal Ghana, Thomas dan Rose Barwuah. Pada tahun 1993, saat Mario berusia 3 tahun, keluarga Barwuah setuju anaknya diadopsi oleh keluarga Italia Balotelli. setelah balotelli di adopsi kehidupan financialnya memang lebih baik,

Adopsi ini resmi disahkan oleh pengadilan Brescia, dan Mario pun berhak menggunakan fam Balotelli di belakang namanya. Namun, ia baru mendapatkan kewarganegaraan Italia pada 13 Agutus 2008 atau setelah ia berusia 18 tahun. setelah mencapai kesuksesannya, Ternyata kehidupan mewah Mario Balotelli bertolak belakang dengan kehidupan ibu kandungnya. Rose Barwuah, nama ibu kandung Balotelli, masih hidup sangat sederhana dengan gaji pas-pasan sebagai seorang petugas kebersihan di sebuah kawasan di Manchester.Seperti dilansir The Mirror, Rose Barwuah, hanya bergaji enam poundsterling atau sekitar Rp75 ribu per jam. Bandingkan dengan gaji Balotelli yang mencapai 120 ribu poundsterling atau sekitar Rp1,6 miliar per pekan, atau sekitar Rp220 juta per hari atau sekitar Rp9 juta per jam.


0 komentar:

Posting Komentar

Arhy Blog. Diberdayakan oleh Blogger.