Rabu, 14 Juli 2010

Baterai Lithium-Ion, Energi Mobil Listrik Masa Depan


Proyeksi pembangunan mobil bertenaga elektrik dari berbagai produsen otomotif bukan lagi menjadi isu yang baru. Tapi, penentuan teknologi baterai yang akan menjadi sumber penggerak, sering kali belum terungkap dengan jelas. Semakin gencarnya pengembangan mobil hibrida dan listrik, nama baterai Lithium-ion juga makin akrab bagi kita. Baterai yang sering disingkat dengan “Li-ion” ini dianggap paling pas untuk sumber daya mobil listrik murni dan hibrida (motor bakar dan listrik).

Daya tarik Li-ion—dibandingkan dengan yang lainnya, seperti NiMH (Nickel Metal Hydride) dan NiCad (Nickel Cadmium) serta timah hitam (lead)—bisa diisi ulang dengan cepat, densitas penyimpanan lebih banyak, dan juga lebih daya. Daya tarik paling besar adalah perbandingan berat dan energi yang dihasilkannya, Li-ion juga unggul. Di samping itu, ia tidak punya efek memori. Sifat terakhir memungkinkan Li-ion bisa diisi kapan saja. Li-Ion tidak hanya digunakan pada mobil listrik atau hibrida, tetapi sudah digunakan pada perlengkapan elektronik yang akrab kita gunakan sehari-hari, antara lain laptop, iPod, HP, MP3 player, PDA, dan Black Berry.

Lithium vs Lithium-Ion

Selain Li-ion, ada juga baterai yang disebut lithium. Jenis terakhir tersebut adalah baterai yang umumnya tidak bisa diisi ulang atau hanya sekali pakai habis, sedangkan Li-ion justru sebaliknya. Perbedaan lain dari kedua baterai yang sama-sama disebut lithium awalnya itu adalah materi dasarnya. Lithium menggunakan logam murni, sedangkan Li-ion campuran lithium yang jauh lebih stabil dan dapat diisi ulang beberapa ratus kali.

Keunggulan lain dari Li-ion adalah kemampuannya menyimpan energi lebih lama bila tidak digunakan, sedangkan jenis lain akan habis lebih cepat. Meski begitu, bukan berarti Li-ion tidak punya kelemahan. Masalah utama baterai ini adalah keamanan: mudah terbakar atau meledak. Itu terutama bila penanganannya kurang baik. Itu bisa terjadi karena bahan yang digunakan mudah panas.


Tiga komponen utama Li-ion adalah anoda, katoda, dan elektrolit yang diibuat dari berbagai macam bahan. Yang secara komersial dan yang paling banyak digunakan sebagai anoda adalah grafit. Adapun katoda biasanya salah satu dari tiga bahan berikut, lapisan oksida yaitu lithium cobalt oxide dan lithium iron phosphat, spinel yaitu lithium manganesse oxide, dan titanium disulfide (TiS2) yang materi asli Li-ion. Akibatnya, harga baterai ini awalnya sangat mahal.

Kini harga baterai Li-ion masih mahal. Akibatnya, mobil listrik atau hibrida masin susah dijangkau oleh kebanyakan orang. Sebenarnya, mobil hibrida yang selama ini dibuat oleh Toyota (Prius) dan Honda (Civic) masih menggunakan baterai NiMH. Kemampuan lebih baik dari baterai konvensional yang menggunakan bahan dasar timah hitam.

Toyota sendiri mengaku, faktor yang menyebabkan mobil hibrida mahal adalah baterai. Karena itulah, perusahaan mobil terbesar di Jepang ini terus menggenjot Prius bisa dijual 1 juta per tahun di seluruh dunia agar harganya nanti bisa ditekan.

Dengan makin gencarnya berbagai perusahaan membuat baterai Li-ion, dikabarkan, baik Toyota maupun Honda segera akan beralih ke baterai jenis tersebut. Namun, yang cukup menarik, Mitsubishi yang sudah beberapa kali memamerkan mobil listrik murni di Indoneia, iMiEV, sudah mengguankan baterai Li-ion.

Dengan makin banyaknya perusahaan otomotif menawarkan kendaraan bertenaga listrik dan hibrida (ramah lingkungan), baik mobil maupun motor, membawa harapan baru bagi pengembangan baterai Li-ion. Tak hanya harganya yang diperkirakan akan jadi lebih murah karena diproduksi secara massal, kemampuan kerja makin baik pula.

Kini banyak perusahaan besar dan kecil di negara maju, seperti Jerman, Perancis, Jepang, dan Amerika Serikat, mengembangkan Li-ion. Bahkan, lembaga riset dan perguruan tinggi ikut mengembangkannya. Maklum, selain kendaraan bermotor yang jumlahnya sangat banyak, perlengkapan elektronik pengguna Li-ion.

Seperti sekarang ini, meski harga minyak turun, upaya pengembangan dan pemanfaatan Li-ion makin gencar. Tidak hanya mobil yang ditawarkan dengan tenaga listrik murni atau hibrida, tetapi juga sepeda motor. Malah, pada JMS 2008 yang lalu di Jakarta, produsen juga sudah memajang prototipe motor dan skuter bertenaga listrik.

Di lain hal, penggembangan penggerak, seperti motor listrik untuk menjalankan mobil dan motor, juga semakin maju. Motor listrik mampu menghasilkan tenaga yang besar. Putarannya juga lebih tinggi.

Kemampuan mobil dan motor pun tidak berbeda jauh dibandingkan dengan menggunakan motor bakar. Malah, dalam mengelola atau memanfaatkan energi, mobil dan motor listrik lebih efisien. Penampilan mobil yang murni mengandalkan energi listrik atau baterai Li-ion juga makin menarik, sporty dan gaya.

Teknologi nano
Masalah yang masih menganjal dalam pengembangan Li-ion adalah pembuatannya masih harus dalam bentuk sel-sel dengan jumlah banyak. Padahal, untuk mobil diperlukan ukuran besar agar bisa menghasilkan tenaga yang besar. Ukuran merupakan tantangan yang masih sulit diatasi produsen Li-ion karena ini nanti menyangkut masalah produksi dan akhirnya adalah harga.

Sebagai contoh, Volvo harus menggunakan 3.000 sel Li-ion yang terdiri dari baterai dengan ukuran AA untuk mobil konsepnya, 3CC, yang menghasilkan tenaga 105 PS. Kalau dibuat dengan ukuran besar dengan menggunakan bahan kobalt, menyebabkan unit cepat panas dan selanjutnya menimbulkan kebakaran atau ledakan.

Pengembangan baterai Lithium-ion kini juga mulai memanfaatkan teknologi nano atau mencari materi yang mampu menghasilkan kinerja lebih baik. Berdasarkan hasil penelitian, dengan teknologi nano, Li-ion bisa diisi 10 kali lebih cepat dari baterai sejenis sekarang ini. Meski begitu, baterai ini tetap saja ditemui kelemahannya.

Contohnya, Altarinano, sebuah perusahaan kecil di Reno, Nevada, Amerika Serikat telah menggunakan material elektroda yang disebut titanet berukuran nano. Kemampuannya menghasilkan tenaga 3 kali lebih besar dari Li-ion yang ada sekarang dan bisa diisi penuh hanya selama 6 menit. Masalahnya, kapasitas energinya setengah sel Li-ion normal. Padahal bisa diisi ulang sampai 2.000 kali selama 20 tahun atau empat kali umur baterai Li-ion sekarang.

Kelompok peneliti di MIT (Massachussets Institute of Technology) juga telah berhasil mengembangkan kabel berukuran nano untuk Li-ion ultra tipis dengan densitas energi tiga kali Li-ion biasa, sedangkan di Perancis, Li-ion dikembangkan dengan nanostruktur. Malah, ada para ahli yang mencoba menggunakan emas.

Dengan pengembangan yang gencar tersebut, mobil listrik nantinya bisa memenuhi kebutuhan konsumen, baik dari segi harga, waktu pengisian, maupun jarak tempuh yang makin jauh. Tak kalah penting, selain mengirit energi dan biaya operasional, dipastikan polusi, baik dalam bentuk emisi asap maupun suara, berisik!

Nissan Gunakan Baterai NEC

Nissan dan produsen elektronik terkemukan Jepang, NEC, sepakat untuk menanamkan modal sebesar 115 juta dollar AS dalam tempo tiga tahun. Investasi sebesar itu digunakan untuk membuat sebuah teknologi baterai Lithium-ion yang akan digunakan pada mobil elektrik keluaran Nissan, yang ditargetkan masuk ke pasar pada 2010.

Nissan sendiri pada awal bulan Mei ini pernah mengungkapkan bahwa pihaknya akan menaruh perhatian pada pembangunan mobil elektrik, sebagai upaya untuk menghadapi persaingan dengan sejumlah kompetitor. Sejauh ini, ada Toyota dan Honda yang telah lebih dulu meletakkan fokus mereka pada mesin berteknologi hibrida.

Pada pergelaran New York Auto Show 2008 bulan Maret lalu, Nissan telah memamerkan Denki Cube, sebuah baterai versi kompak, sebagai simbol fokus Nissan pada kendaraan elektrik. Sebagai gambaran, Toyota dan Nissan membangun teknologi batarai untuk kendaraan elektrik mereka dalam perusahaan yang terpisah, sama halnya dengan Mitsubishi Motors.

Sebenarnya, kerjasama antara NEC dan Nissan sudah diawali sejak tahun lalu, dengan dibentuknya Automotive Energy Supply Corporation untuk mengembangkan dan memproduksi baterai Lithium-ion. Namun, Senin kemarin, merupakan kali pertama diumumkannya besaran investasi untuk proyek itu. Disebutkan, NEC secara bertahap akan mulai menambah kapasitas produksinya mulai dari 13.000 batarai per tahun menjadi 65.000 batarai per tahun pada 2011.

Pihak Nissan mengungkapkan bahwa mobil elektrik yang diproduksinya itu akan dipasarkan di Amerika Serikat dan Jepang, dan baru akan memasuki pasar global pada tahun 2012 berkat kerjasama dengan pabrikan asal Perancis, Renault.


1 komentar:

  1. Anonim8:13 AM

    bagus nie tulisannya...
    bole minta link sumber referensinya?

    BalasHapus

Arhy Blog. Diberdayakan oleh Blogger.