Beberapa studi baru mungkin dapat membantu menjelaskan konsentrasi tinggi dari asam sulfuric di atmosphere. Penelitian ini dapat juga memberikan implikasi bagi pemodelan cuaca global, yang memungkinkan para ilmuwan untuk mengurangi ketidak menentuan yang berkaitan dengan efek aerosol berdasarkan prediksi mereka.
Para ilmuwan telah berusaha bertahun-tahun untuk merekonsiliasikan konsentrasi atmospheris dari asam sulfuric yang merupakan hasil dari eksperimen laboratorium terhadap tingkat formasi partikelnya. Menurut Mikko Sipilä dari University of Helsinki di Finlandia, hal ini menurun pada ketidak cukupannya pendetektor partikel pada eksperimen sebelumnya – salah satu yang terbaik hanya mampu mendeteksi partikel sebesar 3nm dan diatasnya. Namun sekarang ini Sipilä dan sebuah tim dari peneliti internasional telah mengembangkan beberapa metode untuk mendeteksi partikel yang hampir lebih besar dari nanometer tunggal.
Sebagaimana penjelasan Sipilä, pada konsentrasi dibawah 108 molekul per kubik sentimeter, yang berada di atmosphere, partikel asam sulfuric yang dibentuk oleh kondensasi dari gas H2SO4 tumbuh sangat lamban sekali. ‘Ini berarti bahwa didalam waktu mendiami yang digunakan pada studi sebelumnya – secara tipikal beberapa puluh detik – beberapa partikel tidak dapat tumbuh diatas batas deteksi partikelnya yang berlawanan dengan apa yang mereka sedang dunakan,’ katanya.
Dengan menggunakan metode deteksi yang telah dikembangkan, para peneliti menunjukkan bahwa tidak adanya ketidak sesuaian dari beberapa aturan besaran gayanya antara tingkat yang diamati dan perkembangan teoritisnya. Sementara tingkat perkembangan yang mereka lakukan tidaklah sesuai dengan prediksi sebelumnya dari teori tersebut, mereka mengatakan bahwa persetujuannya adalah ‘baik’.
Pada teori nukleasi, adanya ambang penerimaan yang kritis dimana beberapa partikel seperti asam sulfuric menjadi stabil saat mereka mengkondensasi. Para peneliti mengungkapkan bahwa nukleus yang kritis di kasus ini berisi satu hingga dua molekul asam sulfuric. Namun Renyi Zhang, seorang ahli pada ilmu pengetahuan atmospheris pada Texas A&M University di Amerika Serikat, mengatakan bahwa ‘hal ini sangatlah sulit untuk menjelaskan bagaimana satu hingga dua molekul asam sulfuric, bersama –sama dengan molekul air, dapat membuat suatu nukleus yang kritis, dari sudut pandang thermodinamika.’ Dia menambahkan bahwa hasilnya masih perlu direproduksi lagi oleh kelompok lainnya.
Jika hasilnya direproduksi kembali, bagaimanapun juga, mereka mungkin mempunyai implikasi yang penting bagi ilmu pengetahuan cuaca. Sipilä menjelaskan bahwa efek tidak langsung dari aerosol merupakan beberapa hal yang sedikit dapat dipahami dengan baik dalam model cuaca. ‘Akhir-akhir ini Saya pikir pada beberapa model tersebut yang digunakan untuk laporan [Intergovernmental Panel on Climate Change], nukleasinya baik diacuhkan sepenuhnya ataupun hal ini barangkali didasarkan pada pengamatan ambien,’ says Sipilä. ‘Jika saja langkah molekular yang detail tidak diketahui maka hal ini akan menciptakan banyaknya ketidak pastian pada model tersebut. Oleh karena itu mengapa hal ini sangatlah penting untuk memahami langkah yang detail yang nantinya akan meningkatkan akurasi prediksi cuaca global.
sumber: http://pc3news.com
Para ilmuwan telah berusaha bertahun-tahun untuk merekonsiliasikan konsentrasi atmospheris dari asam sulfuric yang merupakan hasil dari eksperimen laboratorium terhadap tingkat formasi partikelnya. Menurut Mikko Sipilä dari University of Helsinki di Finlandia, hal ini menurun pada ketidak cukupannya pendetektor partikel pada eksperimen sebelumnya – salah satu yang terbaik hanya mampu mendeteksi partikel sebesar 3nm dan diatasnya. Namun sekarang ini Sipilä dan sebuah tim dari peneliti internasional telah mengembangkan beberapa metode untuk mendeteksi partikel yang hampir lebih besar dari nanometer tunggal.
Sebagaimana penjelasan Sipilä, pada konsentrasi dibawah 108 molekul per kubik sentimeter, yang berada di atmosphere, partikel asam sulfuric yang dibentuk oleh kondensasi dari gas H2SO4 tumbuh sangat lamban sekali. ‘Ini berarti bahwa didalam waktu mendiami yang digunakan pada studi sebelumnya – secara tipikal beberapa puluh detik – beberapa partikel tidak dapat tumbuh diatas batas deteksi partikelnya yang berlawanan dengan apa yang mereka sedang dunakan,’ katanya.
Dengan menggunakan metode deteksi yang telah dikembangkan, para peneliti menunjukkan bahwa tidak adanya ketidak sesuaian dari beberapa aturan besaran gayanya antara tingkat yang diamati dan perkembangan teoritisnya. Sementara tingkat perkembangan yang mereka lakukan tidaklah sesuai dengan prediksi sebelumnya dari teori tersebut, mereka mengatakan bahwa persetujuannya adalah ‘baik’.
Pada teori nukleasi, adanya ambang penerimaan yang kritis dimana beberapa partikel seperti asam sulfuric menjadi stabil saat mereka mengkondensasi. Para peneliti mengungkapkan bahwa nukleus yang kritis di kasus ini berisi satu hingga dua molekul asam sulfuric. Namun Renyi Zhang, seorang ahli pada ilmu pengetahuan atmospheris pada Texas A&M University di Amerika Serikat, mengatakan bahwa ‘hal ini sangatlah sulit untuk menjelaskan bagaimana satu hingga dua molekul asam sulfuric, bersama –sama dengan molekul air, dapat membuat suatu nukleus yang kritis, dari sudut pandang thermodinamika.’ Dia menambahkan bahwa hasilnya masih perlu direproduksi lagi oleh kelompok lainnya.
Jika hasilnya direproduksi kembali, bagaimanapun juga, mereka mungkin mempunyai implikasi yang penting bagi ilmu pengetahuan cuaca. Sipilä menjelaskan bahwa efek tidak langsung dari aerosol merupakan beberapa hal yang sedikit dapat dipahami dengan baik dalam model cuaca. ‘Akhir-akhir ini Saya pikir pada beberapa model tersebut yang digunakan untuk laporan [Intergovernmental Panel on Climate Change], nukleasinya baik diacuhkan sepenuhnya ataupun hal ini barangkali didasarkan pada pengamatan ambien,’ says Sipilä. ‘Jika saja langkah molekular yang detail tidak diketahui maka hal ini akan menciptakan banyaknya ketidak pastian pada model tersebut. Oleh karena itu mengapa hal ini sangatlah penting untuk memahami langkah yang detail yang nantinya akan meningkatkan akurasi prediksi cuaca global.
sumber: http://pc3news.com
0 komentar:
Posting Komentar